UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 12
TAHUN 2010
TENTANG
GERAKAN PRAMUKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk
mengembangkan potensi
diri serta memiliki
akhlak
mulia, pengendalian
diri, dan kecakapan
hidup bagi
setiap warga negara demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat;
b. bahwa pengembangan potensi
diri sebagai hak
asasi
manusia harus diwujudkan dalam berbagai upaya
penyelenggaraan pendidikan, antara lain melalui
gerakan pramuka;
c. bahwa gerakan pramuka
selaku penyelenggara
pendidikan kepramukaan mempunyai peran besar
dalam pembentukan kepribadian generasi muda
sehingga memiliki
pengendalian diri dan kecakapan
hidup untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang
berlaku
saat
ini belum secara komprehensif mengatur gerakan
pramuka;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Gerakan
Pramuka;
Mengingat . . .
- 2 -
Mengingat : Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21,
Pasal 28, Pasal 28C,
dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GERAKAN PRAMUKA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Gerakan Pramuka adalah
organisasi yang dibentuk
oleh pramuka
untuk menyelenggarakan pendidikan
kepramukaan.
2. Pramuka adalah warga negara Indonesia
yang aktif
dalam pendidikan
kepramukaan serta mengamalkan
Satya Pramuka dan Darma
Pramuka.
3. Kepramukaan adalah segala
aspek yang berkaitan
dengan pramuka.
4. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan
kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak
mulia
pramuka melalui
penghayatan dan pengamalan
nilai-
nilai kepramukaan.
5. Gugus Depan
adalah satuan pendidikan
dan satuan
organisasi terdepan
penyelenggara pendidikan
kepramukaan.
6. Pusat . . .
- 3 -
6. Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Kepramukaan
adalah
satuan pendidikan untuk mendidik, melatih,
dan
memberikan sertifikasi kompetensi bagi tenaga
pendidik kepramukaan.
7. Satuan Komunitas Pramuka
adalah satuan organisasi
penyelenggara pendidikan kepramukaan yang
berbasis, antara lain
profesi, aspirasi, dan agama.
8. Satuan Karya Pramuka
adalah satuan organisasi
penyelenggara pendidikan
kepramukaan bagi peserta
didik sebagai
anggota muda untuk
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan, dan pembinaan di bidang
tertentu.
9. Gugus Darma Pramuka adalah
satuan organisasi bagi
anggota pramuka
dewasa untuk memajukan
gerakan
pramuka.
10. Kwartir
adalah satuan organisasi pengelola gerakan
pramuka yang dipimpin secara
kolektif pada setiap
tingkatan wilayah.
11. Majelis
Pembimbing adalah dewan
yang memberikan
bimbingan kepada
satuan organisasi gerakan
pramuka.
12. Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah,
adalah Presiden
Republik Indonesia yang
memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
13. Pemerintah
Daerah adalah gubernur,
bupati atau
walikota, dan
perangkat daerah sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah.
14. Menteri
adalah menteri yang membidangi urusan
pemuda.
Bab II . . .
- 4 -
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Gerakan pramuka berasaskan Pancasila.
Pasal 3
Gerakan pramuka
berfungsi sebagai wadah
untuk
mencapai tujuan pramuka
melalui:
a. pendidikan dan pelatihan pramuka;
b. pengembangan pramuka;
c. pengabdian masyarakat dan orang tua; dan
d. permainan yang berorientasi pada pendidikan.
Pasal 4
Gerakan pramuka
bertujuan untuk membentuk setiap
pramuka agar
memiliki kepribadian yang beriman,
bertakwa,
berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum,
disiplin, menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur
bangsa, dan
memiliki kecakapan
hidup sebagai kader bangsa dalam
menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik
Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan
lingkungan hidup.
BAB III
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN
Bagian Kesatu
Dasar, Kode Kehormatan,
Kegiatan,
Nilai-Nilai, dan Sistem
Among
Pasal 5 . . .
- 5 -
Pasal 5
Pendidikan kepramukaan
dilaksanakan berdasarkan pada
nilai dan kecakapan dalam
upaya membentuk kepribadian
dan kecakapan hidup
pramuka.
Pasal 6
(1) Kode kehormatan pramuka
merupakan janji dan
komitmen
diri serta ketentuan moral pramuka dalam
pendidikan kepramukaan.
(2) Kode kehormatan pramuka
terdiri atas Satya
Pramuka dan Darma
Pramuka.
(3) Kode kehormatan pramuka
sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2) dilaksanakan, baik
dalam kehidupan
pribadi maupun
bermasyarakat secara sukarela
dan
ditaati demi kehormatan
diri.
(4) Satya Pramuka
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
berbunyi:
“Demi kehormatanku, aku
berjanji akan bersungguh-
sungguh menjalankan
kewajibanku terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan
Republik
Indonesia, mengamalkan
Pancasila, menolong sesama
hidup, ikut serta membangun masyarakat, serta
menepati Darma Pramuka.”
(5) Darma Pramuka sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
berbunyi:
Pramuka itu:
a. takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. cinta alam dan kasih sayang sesama manusia;
c. patriot yang sopan dan kesatria;
d. patuh dan suka bermusyawarah;
e. rela menolong dan tabah;
f. rajin, terampil, dan gembira;
g. hemat . . .
- 6 -
g. hemat, cermat, dan bersahaja;
h. disiplin, berani, dan setia;
i. bertanggung jawab dan dapat dipercaya; dan
j. suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Pasal 7
(1) Kegiatan
pendidikan kepramukaan dilaksanakan
dengan berlandaskan pada kode kehormatan
pramuka sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
6 ayat
(2).
(2) Kegiatan
pendidikan kepramukaan dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan spiritual dan
intelektual, keterampilan, dan ketahanan diri yang
dilaksanakan melalui
metode belajar interaktif dan
progresif.
(3) Metode
belajar interaktif dan
progresif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diwujudkan melalui interaksi:
a. pengamalan kode kehormatan pramuka;
b. kegiatan belajar sambil melakukan;
c. kegiatan yang berkelompok, bekerja sama, dan
berkompetisi;
d. kegiatan yang menantang;
e. kegiatan di alam terbuka;
f. kehadiran orang dewasa
yang memberikan
dorongan dan dukungan;
g. penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
h. satuan terpisah antara putra dan putri.
(4) Penerapan
metode belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2) disesuaikan dengan
kemampuan fisik
dan mental pramuka.
(5) Penilaian . . .
- 7 -
(5) Penilaian
atas hasil pendidikan kepramukaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan
dengan berdasarkan pada pencapaian persyaratan
kecakapan umum dan kecakapan khusus serta
pencapaian nilai-nilai
kepramukaan.
(6) Pencapaian hasil pendidikan kepramukaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dinyatakan
dalam sertifikat dan/atau tanda kecakapan
umum
dan kecakapan khusus.
Pasal 8
(1) Nilai kepramukaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 mencakup:
a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
b. kecintaan pada alam dan sesama manusia;
c. kecintaan pada tanah air dan bangsa;
d. kedisiplinan, keberanian, dan kesetiaan;
e. tolong-menolong;
f. bertanggung jawab dan dapat dipercaya;
g. jernih dalam berpikir, berkata, dan berbuat;
h. hemat, cermat, dan bersahaja; dan
i. rajin dan terampil.
(2) Nilai kepramukaan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) merupakan inti kurikulum pendidikan
kepramukaan.
Pasal 9
Kecakapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
5 terdiri
atas:
a. kecakapan umum; dan
b. kecakapan khusus.
Pasal 10 . . .
- 8 -
Pasal 10
(1) Kegiatan
pendidikan kepramukaan dilaksanakan
dengan menggunakan sistem
among.
(2) Sistem
among merupakan proses
pendidikan
kepramukaan yang membentuk peserta
didik agar
berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri
dalam
hubungan timbal balik
antarmanusia.
(3) Sistem among
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan dengan menerapkan
prinsip kepemimpinan:
a. di depan menjadi teladan;
b. di tengah membangun kemauan; dan
c. di belakang mendorong dan memberikan motivasi
kemandirian.
Bagian Kedua
Jalur dan Jenjang
Pasal 11
Pendidikan kepramukaan dalam Sistem Pendidikan
Nasional termasuk dalam
jalur pendidikan nonformal yang
diperkaya dengan
pendidikan nilai-nilai
gerakan pramuka
dalam pembentukan
kepribadian yang berakhlak
mulia,
berjiwa patriotik,
taat hukum, disiplin,
menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur bangsa,
dan memiliki kecakapan hidup.
Pasal 12
Jenjang pendidikan kepramukaan terdiri atas jenjang
pendidikan:
a. siaga;
b. penggalang;
c. penegak; dan
d. pandega.
Bagian Ketiga . . .
- 9 -
Bagian Ketiga
Peserta Didik, Tenaga
Pendidik, dan Kurikulum
Pasal 13
(1) Setiap warga
negara Indonesia yang
berusia 7 sampai
dengan 25 tahun berhak ikut serta sebagai peserta
didik dalam pendidikan
kepramukaan.
(2) Peserta
didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
terdiri atas:
a. pramuka siaga;
b. pramuka penggalang;
c. pramuka penegak; dan
d. pramuka pandega.
(3) Peserta
didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dalam pendidikan kepramukaan disebut sebagai
anggota muda.
Pasal 14
(1) Tenaga
pendidik dalam pendidikan kepramukaan
terdiri atas:
a. pembina;
b. pelatih;
c. pamong; dan
d. instruktur.
(2) Tenaga
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi
persyaratan standar tenaga pendidik.
(3) Tenaga
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam pendidikan kepramukaan disebut sebagai
anggota dewasa.
Pasal 15 . . .
- 10 -
Pasal 15
Kurikulum pendidikan kepramukaan yang mencakup
aspek
nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dan kecakapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan
kepramukaan
dan harus memenuhi
persyaratan standar kurikulum yang
ditetapkan oleh badan standardisasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Satuan Pendidikan
Kepramukaan
Pasal 16
Satuan pendidikan
kepramukaan terdiri atas:
a. gugus depan; dan
b. pusat pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kelima
Evaluasi, Akreditasi, dan
Sertifikasi
Pasal 17
(1) Evaluasi dilakukan
dalam rangka pengendalian
mutu
pendidikan kepramukaan
sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan kepada
pihak yang
berkepentingan.
(2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta
didik, tenaga
pendidik, dan kurikulum, pada setiap jenjang
dan
satuan pendidikan
kepramukaan.
(3) Evaluasi
terhadap peserta didik
dilakukan oleh
pembina.
(4) Evaluasi . . .
- 11 -
(4) Evaluasi
terhadap tenaga pendidik
dilakukan oleh
pusat pendidikan dan pelatihan nasional
yang
dibentuk oleh kwartir
nasional.
(5) Evaluasi terhadap kurikulum pendidikan
kepramukaan
dilakukan oleh pusat pendidikan dan pelatihan
nasional yang dibentuk
oleh kwartir nasional.
Pasal 18
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan
kegiatan dan satuan pendidikan kepramukaan pada
setiap jenjang pendidikan
kepramukaan.
(2) Akreditasi dilakukan
atas dasar kriteria
yang bersifat
terbuka dan
dilakukan oleh lembaga
akreditasi sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Sertifikat berbentuk tanda kecakapan dan sertifikat
kompetensi.
(2) Tanda kecakapan diberikan
kepada peserta didik
sebagai pengakuan
terhadap kompetensi peserta didik
melalui penilaian terhadap perilaku dalam
pengamalan nilai
serta uji kecakapan
umum dan uji
kecakapan khusus
sesuai dengan jenjang
pendidikan
kepramukaan.
(3) Sertifikat
kompetensi bagi tenaga
pendidik diberikan
oleh pusat
pendidikan dan pelatihan kepramukaan
pada tingkat nasional.
BAB IV . . .
- 12 -
BAB IV
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1) Gerakan pramuka bersifat mandiri,
sukarela, dan
nonpolitis.
(2) Satuan organisasi gerakan pramuka terdiri
atas:
a. gugus depan; dan
b. kwartir.
Pasal 21
Gugus depan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(2) huruf
a meliputi gugus depan berbasis
satuan
pendidikan dan gugus
depan berbasis komunitas.
Pasal 22
(1) Gugus depan berbasis
satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 meliputi
gugus depan di lingkungan
pendidikan formal.
(2) Gugus
depan berbasis komunitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 meliputi gugus depan
komunitas kewilayahan, agama, profesi, organisasi
kemasyarakatan, dan
komunitas lain.
Pasal 23
Kwartir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
20 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. kwartir ranting;
b. kwartir cabang;
c. kwartir daerah; dan
d. kwartir nasional.
Bagian Kedua . . .
- 13 -
Bagian Kedua
Pembentukan dan
Kepengurusan Organisasi
Pasal 24
Gugus depan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(2) huruf
a dibentuk melalui
musyawarah anggota
pramuka.
Pasal 25
(1) Gugus depan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24
dapat membentuk kwartir
ranting.
(2) Kwartir ranting
sebagaimana pada ayat (1) dapat
membentuk kwartir cabang.
Pasal 26
(1) Kwartir cabang
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
25 ayat (2) dapat
membentuk kwartir daerah.
(2) Kwartir daerah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dapat membentuk kwartir
nasional.
Pasal 27
(1) Kepengurusan
kwartir sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 23 dipilih oleh pengurus organisasi gerakan
pramuka yang berada di
bawahnya secara demokratis
melalui musyawarah
kwartir.
(2) Kepengurusan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
tidak terikat dengan
jabatan publik.
Bagian Ketiga
Kwartir Ranting, Kwartir
Cabang, Kwartir Daerah, dan Kwartir Nasional
Pasal 28
(1) Kwartir ranting
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
23 huruf a merupakan satuan organisasi gerakan
pramuka di kecamatan.
(2) Kwartir . . .
e. bahwa . . .
- 14 -
(2) Kwartir
ranting mempunyai tugas
memimpin dan
mengendalikan gerakan
pramuka dan kegiatan
kepramukaan di kecamatan.
(3) Kwartir ranting
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dibentuk oleh paling sedikit
5 (lima) gugus depan
melalui musyawarah
ranting.
(4) Kepengurusan kwartir ranting dibentuk
melalui
musyawarah ranting.
(5) Kepemimpinan kwartir ranting bersifat
kolektif.
(6) Musyawarah ranting sebagaimana dimaksud
pada
ayat (3) merupakan forum
untuk:
a. pertanggungjawaban organisasi;
b. pemilihan dan penetapan kepengurusan
organisasi kwartir
ranting; dan
c. penetapan rencana kerja organisasi.
Pasal 29
(1) Kwartir cabang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf b merupakan organisasi gerakan pramuka di
kabupaten/kota.
(2) Kwartir cabang mempunyai tugas memimpin dan
mengendalikan gerakan
pramuka dan kegiatan
kepramukaan di
kabupaten/kota.
(3) Kwartir cabang
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dibentuk melalui
musyawarah cabang.
(4) Kepengurusan kwartir
cabang dibentuk melalui
musyawarah cabang.
(5) Kepemimpinan kwartir
cabang bersifat kolektif.
(6) Musyawarah cabang
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) merupakan forum
untuk:
a. pertanggungjawaban organisasi;
b. pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi
kwartir cabang; dan
Pasal 30 . . .
- 15 -
c. penetapan rencana kerja organisasi.
Pasal 30
(1) Kwartir daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23
huruf c merupakan organisasi gerakan pramuka di
provinsi.
(2) Kwartir
daerah mempunyai tugas
memimpin dan
mengendalikan gerakan
pramuka dan kegiatan
kepramukaan di provinsi.
(3) Kwartir daerah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dibentuk melalui
musyawarah daerah.
(4) Kepengurusan kwartir daerah dibentuk
melalui
musyawarah daerah.
(5) Kepemimpinan kwartir daerah bersifat
kolektif.
(6) Musyawarah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat
(3) merupakan forum
untuk:
a. pertanggungjawaban organisasi;
b. pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi
kwartir daerah; dan
c. penetapan rencana kerja organisasi.
Pasal 31
(1) Kwartir nasional
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
23 huruf
d merupakan organisasi
gerakan pramuka
lingkup nasional.
(2) Kwartir
nasional mempunyai tugas
memimpin dan
mengendalikan gerakan
pramuka serta kegiatan
kepramukaan lingkup
nasional.
(3) Kwartir nasional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dibentuk melalui
musyawarah nasional.
(4) Kepengurusan kwartir nasional dibentuk
melalui
musyawarah nasional.
(5) Kepemimpinan kwartir nasional bersifat
kolektif.
(6) Musyawarah . . .
- 16 -
(6) Musyawarah nasional sebagaimana dimaksud
pada
ayat (3) merupakan forum musyawarah tertinggi
untuk:
a. pertanggungjawaban organisasi;
b. pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi
kwartir nasional;
c. perubahan dan penetapan
anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga;
dan
d. penetapan rencana kerja strategis organisasi.
Bagian Keempat
Organisasi Pendukung
Pasal 32
(1) Satuan
organisasi gerakan pramuka
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 23 huruf b, huruf c, dan huruf
d sesuai dengan
tingkatannya dapat membentuk:
a. satuan karya pramuka;
b. gugus darma pramuka;
c. satuan komunitas pramuka;
d. pusat penelitian dan pengembangan;
e. pusat informasi; dan/atau
f. badan usaha.
(2) Ketentuan
mengenai organisasi pendukung gerakan
pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah
tangga.
Bagian Kelima . . .
- 17 -
Bagian Kelima
Majelis Pembimbing
Pasal 33
(1) Pada setiap gugus depan dan kwartir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dapat dibentuk
majelis pembimbing.
(2) Majelis
pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertugas memberikan bimbingan moral
dan
keorganisatorisan serta
memfasilitasi penyelenggaraan
pendidikan kepramukaan.
(3) Majelis
pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah; dan
c. tokoh masyarakat.
(4) Majelis
pembimbing dari unsur tokoh masyarakat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4)
huruf c harus
memiliki komitmen
yang tinggi terhadap
gerakan
pramuka.
Pasal 34
(1) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
tugas, fungsi,
tanggung jawab,
susunan organisasi, dan
tata kerja
gugus depan,
kwartir, dan majelis
pembimbing
ditetapkan dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah
tangga gerakan pramuka.
(2) Anggaran dasar
dan anggaran rumah
tangga gerakan
pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh
musyawarah nasional.
Bagian Keenam . . .
- 18 -
Bagian Keenam
Atribut
Pasal 35
(1) Gerakan pramuka sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
20 ayat (2) memiliki
atribut berupa:
a. lambang;
b. bendera;
c. panji;
d. himne; dan
e. pakaian seragam.
(2) Atribut gerakan pramuka sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) didaftarkan hak
ciptanya.
BAB V
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 36
Pemerintah dan pemerintah
daerah bertugas:
a. menjamin kebebasan berpendapat dan berkarya dalam
pendidikan kepramukaan;
b. membimbing, mendukung, dan memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan secara
berkelanjutan dan
berkesinambungan; dan
c. membantu ketersediaan tenaga,
dana, dan fasilitas
yang diperlukan untuk
pendidikan kepramukaan.
Pasal 37
(1) Pemerintah dan
pemerintah daerah berwenang
untuk
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pendidikan kepramukaan sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengawasan . . .
- 19 -
(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyelengaraan
pendidikan kepramukaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, dan gubernur,
serta bupati/walikota.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 38
Setiap peserta didik
berhak:
a. mengikuti pendidikan kepramukaan;
b. menggunakan atribut pramuka;
c. mendapatkan sertifikat dan/atau
tanda kecakapan
kepramukaan; dan
d. mendapatkan perlindungan selama mengikuti kegiatan
kepramukaan.
Pasal 39
Setiap peserta didik
berkewajiban:
a. melaksanakan kode kehormatan pramuka;
b. menjunjung tinggi harkat dan martabat pramuka; dan
c. mematuhi semua persyaratan dan ketentuan
pendidikan kepramukaan.
Pasal 40
Orang tua berhak
mengawasi penyelenggaraan pendidikan
kepramukaan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan anaknya.
Pasal 41 . . .
- 20 -
Pasal 41
Orang tua berkewajiban
untuk:
a. membimbing, mendukung, dan membantu anak dalam
mengikuti pendidikan
kepramukaan; dan
b. membimbing, mendukung, dan membantu satuan
pendidikan kepramukaan
sesuai dengan kemampuan.
Pasal 42
Masyarakat berhak untuk
berperan serta dan memberikan
dukungan sumber
daya dalam kegiatan
pendidikan
kepramukaan.
BAB VII
KEUANGAN
Pasal 43
(1) Keuangan gerakan pramuka diperoleh dari:
a. iuran anggota sesuai dengan kemampuan;
b. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat; dan
c. sumber lain yang tidak bertentangan dengan
peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain
sumber keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah
dapat memberikan dukungan dana dari anggaran
pendapatan dan
belanja negara dan/atau
anggaran
pendapatan dan belanja
daerah.
(3) Sumbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, selain berupa uang dapat
juga berupa
barang atau jasa.
Pasal 44 . . .
- 21 -
Pasal 44
Pengelolaan keuangan
gerakan pramuka dilaksanakan
secara transparan, tertib, dan akuntabel
serta diatur
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
Satuan organisasi gerakan
pramuka dilarang:
a. menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan
Pemerintah; atau
b. memberi bantuan kepada pihak
asing yang merugikan
kepentingan bangsa dan
negara.
Pasal 46
(1) Satuan
organisasi gerakan pramuka
yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
dapat dibekukan
oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah.
(2) Satuan organisasi gerakan
pramuka yang telah
dibekukan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) yang
tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
45 dapat dibubarkan berdasarkan
putusan pengadilan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku:
a. organisasi gerakan
pramuka dan organisasi
lain yang
menyelenggarakan pendidikan
kepramukaan yang ada
sebelum Undang-Undang ini
diundangkan tetap diakui
keberadaannya;
b. satuan . . .
- 22 -
b. satuan atau badan
kelengkapan dari organisasi
sebagaimana dimaksud
dalam huruf a tetap
menjalankan tugas,
fungsi, dan tanggung
jawab
organisasi yang
bersangkutan;
c. aset yang dimiliki
oleh organisasi sebagaimana
dimaksud
dalam huruf a tetap menjadi aset organisasi
yang bersangkutan; dan
d. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi
sebagaimana dimaksud
dalam huruf a wajib
disesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini
dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
gerakan pramuka
yang bertentangan dengan
ketentuan
Undang-Undang ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 49
Undang-Undang ini
mulai berlaku pada
tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 23 -
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 24 November
2010
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 November
2010
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 131
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan